Hak Kekayaan Intelektual dan Posisi Dominan
Warning: text generated by GPT4 with minimal editing
Text to speech created with AI
Suara:
![[prj_3000507_2c7fb5573fcbec292a4bdb6224b85350_1685200898.mp3]]
A. Bagaimana hak kekayaan intelektual dapat menciptakan posisi dominan
Hak kekayaan intelektual (HKI) seperti paten, merek, dan hak cipta memberikan pemegang hak eksklusif untuk menggunakan dan memanfaatkan karya atau penemuan mereka. Dalam konteks persaingan usaha, hak eksklusif ini dapat menciptakan posisi dominan jika pemegang hak mampu mengendalikan pasar tertentu. Misalnya, perusahaan farmasi yang memiliki paten untuk obat tertentu dapat mendominasi pasar obat tersebut.
Namun, perlu diingat bahwa memiliki posisi dominan bukanlah pelanggaran hukum persaingan usaha. Pelanggaran terjadi jika perusahaan yang berada dalam posisi dominan menyalahgunakan posisinya untuk melakukan praktek anti-persaingan, seperti menetapkan harga yang tidak wajar atau membatasi pasokan produk ke pasar. [1] Salah satu studi kasus yang menarik terkait posisi dominan (tapi tidak terkait HAKI) adalah kasus antara PT Garuda Indonesia dan PT Abacus Indonesia.[2]
B. Studi Kasus tentang Penyalahgunaan Hak Kekayaan Intelektual untuk Mempertahankan Posisi Dominan
-
Kasus Microsoft: Microsoft, perusahaan teknologi raksasa, pernah dituduh menyalahgunakan posisi dominannya dalam pasar sistem operasi komputer. Microsoft dikritik karena mengintegrasikan browser web Internet Explorer-nya ke dalam sistem operasi Windows, yang secara efektif membatasi persaingan dari browser lain seperti Netscape Navigator. Komisi Eropa menilai bahwa tindakan ini melanggar hukum persaingan dan menghukum Microsoft dengan denda sebesar €497 juta pada tahun 2004 [1:1].
-
Kasus Apple: Apple Inc., perusahaan teknologi terkemuka lainnya, juga pernah menghadapi tuduhan serupa. Apple dituduh menyalahgunakan hak kekayaan intelektualnya atas teknologi tertentu dalam produk-produknya, seperti iPhone dan iPad, untuk mempertahankan posisi dominannya dalam pasar. Misalnya, Apple telah dituduh menggunakan patennya untuk mencegah pesaingnya membuat produk yang kompatibel dengan iPhone atau iPad [2:1].
-
Kasus Qualcomm: Qualcomm, perusahaan semikonduktor dan telekomunikasi global, dituduh menyalahgunakan hak patennya atas teknologi modem seluler untuk mempertahankan posisi dominannya dalam pasar. Qualcomm diduga menetapkan harga lisensi patennya terlalu tinggi dan memaksa produsen perangkat seluler untuk membayar royalti yang berlebihan. Kasus ini menyoroti bagaimana hak kekayaan intelektual dapat digunakan untuk mempertahankan posisi dominan dalam pasar [3].
-
Kasus Google: Google, perusahaan teknologi raksasa, juga pernah dituduh menyalahgunakan posisi dominannya dalam pasar pencarian online. Google diduga memanipulasi hasil pencarian untuk memberikan prioritas kepada layanan dan produknya sendiri, seperti Google Shopping, di atas pesaingnya. Meskipun Google bukan pemegang hak kekayaan intelektual dalam hal ini, kasus ini menunjukkan bagaimana perusahaan teknologi dapat menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi persaingan [4].
-
Kasus Pfizer: Pfizer, perusahaan farmasi global, dituduh menyalahgunakan hak patennya atas obat Lipitor untuk mempertahankan posisi dominannya dalam pasar. Pfizer diduga memperpanjang masa berlaku patennya melalui taktik yang dikenal sebagai "evergreening", yang melibatkan pengajuan paten baru untuk variasi kecil dari obat yang sudah ada. Taktik ini dapat digunakan untuk mempertahankan posisi dominan dalam pasar dan mencegah pesaing memasuki pasar [5].