AMDAL dan Persetujuan Lingkungan

Lihat beberapa Youtube Video terkait Sosialisasi AMDAL dari Pemerintah:

  1. Sosialisasi Kebijakan Persetujuan Lingkungan
  2. Sosialisasi PP Nomor 22 Tahun 2021 terkait Persetujuan Lingkungan

Perbandingan Proses AMDAL dan Persetujuan Lingkungan Sebelum dan Sesudah PP 22 Tahun 2021

Kategori Sebelum PP 22 Tahun 2021 Sesudah PP 22 Tahun 2021
AMDAL
Kewajiban Wajib untuk dampak penting Tetap wajib untuk dampak penting
Proses Penilaian Oleh Komisi Penilai AMDAL Oleh Tim Uji Kelayakan
Izin Lingkungan Diperoleh setelah AMDAL disetujui Terintegrasi dalam Perizinan Berusaha (tidak lagi dikenal istilah Izin Lingkungan)
Keterlibatan Masyarakat Tergantung kegiatan Diatur lebih lanjut
Penyusun Dokumen Penyusun tidak spesifik Harus bersertifikat
UKL-UPL
Kewajiban Untuk dampak tidak penting Standar disederhanakan
Proses Penilaian Penyusunan oleh pelaku usaha Verifikasi oleh instansi lingkungan
Izin Lingkungan Persetujuan UKL-UPL termasuk dalam izin PKPLH menggantikan persetujuan UKL-UPL
SPPL
Kewajiban Usaha skala kecil dengan dampak minimal Terintegrasi dalam NIB
Proses Penilaian Surat pernyataan dari pelaku usaha Pemantauan dan pembinaan melalui OSS
Persetujuan Lingkungan Persetujuan khusus untuk lingkungan Terintegrasi sebagai bagian dari Perizinan Berusaha. Tahapan "pengganti" Izin Lingkungan

Perubahan Utama

Kriteria Wajib AMDAL

  1. Skala dan Jenis Kegiatan: Usaha atau kegiatan yang memiliki skala besar dan berpotensi memberikan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
  2. Lokasi Kegiatan: Jika lokasi kegiatan berada di atau dekat area yang sensitif secara lingkungan, seperti kawasan konservasi, daerah aliran sungai, atau wilayah yang padat penduduk.
  3. Potensi Dampak: Usaha atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan, seperti polusi udara, kerusakan habitat, atau dampak sosial ekonomi yang besar.

Kriteria Tidak Wajib AMDAL

  1. Skala Kecil dan Dampak Terbatas: Kegiatan dengan skala lebih kecil dan dampak lingkungan yang terbatas atau tidak signifikan.
  2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL): Untuk kegiatan yang dampak lingkungannya tidak penting atau tidak signifikan, cukup melakukan UKL dan UPL.
  3. Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL): Untuk usaha atau kegiatan skala kecil yang dampak lingkungannya minimal.

Dalam prakteknya, mana yang wajib dan tidak wajib AMDAL seringkali MEMBINGUNGKAN.

Hubungan antara AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan risiko

  1. Identifikasi Risiko: Dalam AMDAL, risiko lingkungan dari sebuah usaha atau kegiatan diidentifikasi secara menyeluruh. Ini termasuk risiko terhadap kualitas udara, air, tanah, keanekaragaman hayati, serta dampak sosial dan kesehatan masyarakat.

  2. Penilaian Risiko: Setelah identifikasi, AMDAL mengevaluasi tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Penilaian ini membantu dalam membuat keputusan tentang keberlanjutan sebuah usaha atau kegiatan.

  3. Pengelolaan Risiko: AMDAL menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan (RKL-RPL) yang bertujuan untuk mengurangi, memitigasi, dan memantau risiko lingkungan. Ini termasuk langkah-langkah pencegahan dan perbaikan jika terjadi dampak negatif.

  4. Kesinambungan dengan Perizinan Berusaha: Di bawah peraturan terbaru, seperti PP No. 22 tahun 2021 di Indonesia, proses AMDAL terintegrasi dengan sistem perizinan berusaha. Ini berarti bahwa izin berusaha diberikan dengan mempertimbangkan risiko lingkungan yang telah diidentifikasi dan dikelola melalui AMDAL.

  5. Keterlibatan Stakeholder: AMDAL juga melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam proses penilaian risiko, memastikan bahwa semua dampak potensial dipertimbangkan dan ditangani.

Artikel dari Hukumonline berjudul "Refleksi Pengelolaan Izin Lingkungan" membahas tentang implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 (PP 22/2021) dalam pengelolaan izin lingkungan di Indonesia. Setelah UU Cipta Kerja dan PP 22/2021, pemerintah berfokus pada penyederhanaan proses perizinan lingkungan untuk mendukung kepastian investasi dan usaha. Meskipun sistem elektronik Amdalnet diperkenalkan untuk memudahkan pengurusan AMDAL, terdapat kekhawatiran terkait potensi risiko tinggi dan penundaan pada sektor strategis. Presiden Indonesia, pada rapat kabinet Desember 2022, menginstruksikan penyederhanaan proses persetujuan lingkungan. Menanggapi hal ini, Menteri LHK menerbitkan beberapa keputusan dan surat edaran untuk mendukung percepatan proses persetujuan lingkungan. Tujuannya adalah untuk mengatasi kendala investasi serius di Indonesia yang diakibatkan oleh proses perizinan yang lama. Artikel ini menggambarkan upaya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola perizinan lingkungan demi meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.

Sumber: Hukumonline - Refleksi Pengelolaan Izin Lingkungan

Proses AMDAL

Langkah-langkah utama untuk memperoleh Persetujuan Lingkungan berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021 dan transkrip sosialisasi AMDAL adalah sebagai berikut:

  1. Penentuan Jenis Dokumen Lingkungan: Menentukan apakah kegiatan wajib AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL berdasarkan kriteria dampak lingkungan.

  2. Penyusunan Dokumen Lingkungan: Melakukan penyusunan AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL sesuai dengan kebutuhan dan kriteria kegiatan.

  3. Pengajuan dan Evaluasi: Mengajukan dokumen lingkungan yang telah disusun kepada instansi yang berwenang untuk dievaluasi.

  4. Proses Uji Kelayakan: Menjalani proses uji kelayakan oleh Tim Uji Kelayakan yang telah disertifikasi.

  5. Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi, terutama bagi kegiatan yang wajib AMDAL.

  6. Penerbitan Persetujuan Lingkungan: Setelah dokumen lingkungan disetujui dan proses evaluasi selesai, akan diterbitkan Persetujuan Lingkungan yang menjadi bagian dari Perizinan Berusaha.

AMDAL dan Perizinan Berasis Risiko

Perizinan Berbasis Risiko

  1. Konsep: Perizinan berbasis risiko (RBA) diperkenalkan dalam UU Cipta Kerja dan diatur lebih lanjut dalam PP 22/2021. Konsep ini mengkategorikan usaha atau kegiatan berdasarkan tingkat risikonya: rendah, menengah, dan tinggi.
  2. Penerapan: Jenis perizinan yang diperlukan tergantung pada tingkat risiko usaha. Ini dapat berkisar dari hanya Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk risiko rendah, hingga izin khusus ditambah NIB untuk risiko tinggi.
  3. Penentuan Risiko: Tingkat risiko ditentukan berdasarkan potensi dampak kegiatan terhadap keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, serta keterbatasan sumber daya.

Hubungan dengan AMDAL

  1. Penggolongan Dokumen Lingkungan: Penentuan apakah suatu kegiatan wajib melakukan AMDAL atau cukup dengan UKL-UPL dan SPPL ditentukan berdasarkan kriteria dampak penting terhadap lingkungan.
  2. Persetujuan Lingkungan dalam RBA: Dalam sistem RBA, persetujuan lingkungan (seperti AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL) menjadi prasyarat dan terintegrasi dalam Perizinan Berusaha.
  3. Penentuan Jenis Dokumen Lingkungan: Tidak langsung berhubungan dengan tingkat risiko usaha. Meskipun sebuah kegiatan memiliki risiko usaha yang tinggi, tidak selalu berarti wajib melakukan AMDAL. Ini bergantung pada dampak lingkungan spesifik kegiatan tersebut.

Implikasi

DPLH dan DELH

DPLH (Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) dalam konteks PP No. 22 Tahun 2021 di Indonesia, berdasarkan dokumen-dokumen yang Anda unggah, dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. DPLH (Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup):

    • Merupakan dokumen evaluasi untuk dampak lingkungan yang tidak penting terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berjalan.
    • Digunakan sebagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
    • Berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL.
  2. DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup):

    • Merupakan dokumen evaluasi untuk dampak lingkungan yang penting terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berjalan.
    • Digunakan sebagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
    • Berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL.
  3. Perubahan dalam PP 22/2021:

    • Sebelum PP 22/2021, terdapat kebijakan seperti SEMDAL dan DPPL, tetapi setelah penerapan PP 22/2021, fokus beralih ke DPLH dan DELH.
    • DPLH/DELH bukan merupakan pengaturan hukum antar waktu tetapi bersifat individual.
    • Penyusunan DPLH dapat dilakukan oleh pelaku usaha/kegiatan sendiri.
  4. Kriteria Pengenaan dan Penilaian:

    • DPLH dan DELH diwajibkan jika kegiatan usaha/kegiatan telah melaksanakan kegiatannya dan memenuhi kriteria tertentu seperti lokasi sesuai rencana tata ruang dan tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau dokumennya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    • Persetujuan DELH atau DPLH dipersamakan dengan Persetujuan Lingkungan dan termuat dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.

Lain-lain

Dalam transkrip Sosialisasi AMDAL yang Anda unggah, terdapat berbagai tanya jawab yang mencakup topik-topik penting terkait AMDAL dan perizinan lingkungan. Berikut adalah rangkuman beberapa tanya jawab penting dari dokumen tersebut:

  1. Tentang Penyusun AMDAL Bersertifikat: Ditekankan pentingnya penyusun AMDAL memiliki sertifikat dan terdaftar di LPJP (Lembaga Pengembangan Jasa Penilai). Hal ini untuk menjamin kualitas dokumen AMDAL dan memudahkan pelacakan penyusunan dokumen.

  2. Keterlibatan Masyarakat dalam AMDAL: Dijelaskan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses penilaian AMDAL, sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas.

  3. Kriteria Kegiatan yang Wajib AMDAL: Dibahas kriteria yang menentukan apakah suatu kegiatan usaha wajib melakukan AMDAL, yang didasarkan pada dampak penting kegiatan tersebut terhadap lingkungan.

  4. Perubahan Prosedur Penilaian AMDAL: Mengacu pada perubahan dalam prosedur penilaian AMDAL, termasuk peran Tim Uji Kelayakan yang menggantikan komisi penilai AMDAL.

  5. Persetujuan Lingkungan dalam Rangka Perizinan Berbasis Risiko: Diuraikan mengenai integrasi persetujuan lingkungan ke dalam sistem perizinan berusaha yang lebih luas, sesuai dengan pendekatan perizinan berbasis risiko.

  6. Penanganan Konflik Kepentingan: Dalam konteks evaluasi AMDAL, ditekankan pentingnya menghindari konflik kepentingan, terutama di antara ahli yang terlibat dalam penilaian.

  7. Prosedur dan Regulasi Spesifik: Terdapat diskusi mengenai berbagai aspek teknis dan prosedural, termasuk peraturan terkait limbah B3, kriteria pengelolaan lingkungan, dan lain-lain.